MUSISI DISIKSA DI NERAKA, Versi Lukisan Kristiani Terkenal Hieronymus Bosch

MUSISI DISIKSA DI NERAKA: 
Versi Lukisan Kristiani Terkenal Hieronymus Bosch

Oleh: Deni Junaedi


Para musisi itu masuk neraka, disiksa di sana... 

Ditusuk senar harpa, disalip di tiang lute, digebug dalam drum, dan masih banyak lagi... nanti kita lihat. 

Bahkan ada notasi musik yang tertulis di pantat, bagaimana bunyinya? Sudah ada yang memainkannya... Coba kita cek... 

Ini semua terekam dalam lukisan terkenal, sangat terkenal, selalu tercatat dalam sejarah seni rupa dunia, khususnya dalam kategori Christian Art alias Seni Kristiani. 

Sebagaimana karya terkenal lain, lukisan ini juga sering diparodikan atau dianimasikan. 

Ada yang aneh di lanskap neraka versi lukisan ini, di situ terdapat prajurit Khilafah Usmaniyah yang menyiksa para pesakitan dengan tiupan seruling shawm yang memekakkan telinga... apa ini tafsirnya? 

Rekan-rekan PAINTING EXPLORER Channel, kita sedang mencermati lukisan Hieronymus Bosch. 

Pria kelahiran 1450-an ini tergolong seniman Renaissance, tetapi berbeda dengan Leonardo da Vinci atau Michelangelo Buonarroti yang lahir di Italia, Bosch lahir di Belanda, negeri penjajah Indonesia. Maka Hieronymus Bosch dan rekan-rekan pelukis Belandanya disebut dengan seniman Renaissance Utara, yang dianggap tepengaruh oleh Renaissance Italia, meskipun memiliki kekhasannya sendiri. 

Bosch tergabung dalam Illustre Lieve Vrouwe Broederschap alias Persaudaraan Tokoh untuk Perawan Maria Terberkati.

Brotherhood ini didirikan pendeta Katolik kota Den Bosch. 

Rekan-rekan, kita sedang mengamati lukisan The Garden of Earthly Delights alias “Taman Kenikmatan Duniawi.” Lukisan ini dibuat selama 20 tahun, dari tahun 1490 hingga 1520. Saat memulai goresan perdana, Bosch berumur 40 tahun, dan saat seusia pensiunan PNS, lukisan itu baru selesai. 

Artinya, pengerjaan lukisan yang dibuat dengan cat minyak di panel kayu oak ini lebih lama ketimbang fresco The Creation of Adam yang dibuat Michelangelo di langit-langit Kapel Sistine selama 4 tahun sejak 1508. 

Lukisan buatan Bosch tersebut sezaman dengan pembuatan Monalisa yang dikerjakan kira-kira tahun 1503 hingga 3 tahun kemudian. 

The Garden of Earthly Delights adalah jenis lukisan triptych atau satu lukisan terdiri dari tiga panel. Lebar juga ukurannya, 205,5 × 384,9 cm. Sayap kanan dan kiri lukisan ini dapat ditutup. 

Ketika sayap itu ditutup, terdapat lukisan dengan warna monochromatik, atau lebih tepatnya grisaille.

Exterior triptych ini menggambarkan penciptaan bumi, buminya bumi datar, tetapi ada dalam bulatan.

Bumi remang-remang itu sudah ada tanaman, tetapi belum ada manusia. Dalam kepercayaan kristiani ini adalah hari ketiga penciptaan alam semesta, sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian. 

Penggunaan grisaille ini untuk memberikan efek kejutan warna ketika triptych itu dibuka. Maka semburat warna lukisan akan terpancar. Strategi ini biasa dilakukan oleh seniman Belanda saat itu. Seperti membuka kelambu panggung ketoprak. 

Akan tetapi, menurut sejarawan seni Hans Belting dalam buku Garden of Earthly Delights, kondisi remang-remang ini tidak sekedar sebagai efek kejut warna, tetapi untuk mendukung tema. Dalam kepercayaan Kristiani tentang penciptaan bumi selama 6 hari, di hari ketiga itu memang belum ada cahaya, matahari dan bulan baru diciptakan pada hari keempat. 

Untuk menandai bahwa objek ini adalah penciptaan alam semesta, Bosch mencaptumkan pasal 9 Kitab Mazmur ayat 33 dalam bahasa Latin

"Ipse dīxit, et facta sunt: ipse mandāvit, et creāta sunt"

Artinya, “Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.” 

Selain itu sang seniman melukiskan Tuhannya, di pojok kiri atas. 

Mazmur ayat 33 tadi mengingatkan pada Al-Quran Surat Yasin ayat 82 

اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia. 

Bedanya seniman Muslim tidak pernah melukiskan Tuhannya karena dalam Al-Quran disebutkan

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Laisa Kamitslihi Syaiun yang berarti “Tiada satu pun yang sama dengan-Nya” 

Baik, sebagaimana yang telah disebutkan tadi, lukisan berat ini terdiri dari tiga bagian, dari kiri, tengah, menuju kanan. 

Adegan yang digambarkan dalam triptych dianggap mengikuti urutan kronologis, mengalir dari kiri ke kanan: yaitu surga, taman kesenangan duniawi, dan neraka. 

Rekan-rekan PAINTING EXPLORER Channel, konsentrasi kita ada di sayap kanan, yaitu daerah neraka. Terlalu panjang kalau seluruh panel ini kita tafsir, dapat menjadi buku tebal sebagaiman yang telah dilakukan para pewacana seni lukis. 

OK, kita ke bagian neraka. 

Kendati Bosch aktif di gereja, daya kritisnya tampak pada bagian kanan paling bawah panel ini. 

Ia menggambarkan seekor babi yang mengenakan kerudung biarawati. 

Penggambaran babi ini mengingatkan pada Kitab Imamat ayat 11 pasal 7-8 yang mengharamkan binatang berkuku belah itu. 

Babi berkerudung biarawati ini sedang merayu pria untuk menandatangani dokumen hukum. Ini mengingatkan pada kritik jual beli indulgensi atau surat penebusan dosa yang saat itu marak dilakukan gereja. Ini selaras dengan Ninety-five Theses yang dibuat Martin Luther tahun 1517, artinya 3 tahun sebelum lukisan ini selesai. Publikasi Tesis Sembilan Puluh Lima ini menyoal indulgensi yang dipraktekkan gereja Katolik, lalu berbuntut panjang ke persoalan teologis, yaitu kelahiran Protestan, hingga nantinya terjadi peperangan besar antara agama baru ini dengan Katolik.

Soal indulgensi ini menjadi tafsir populer tentang babi berjubah biarawati. Akan tetapi, Kurator James Payne tidak setuju dengan pandangan itu. Karena Bosch beragama Katolik, adegan di kanan bawah itu lebih ia tafsirkan sebagai rayuan untuk korupsi di gereja, lalu pendeta yang terayu dicemplungkan ke dalam neraka. 

Pendeta tadi semakin terteror karena yang membawa tinta adalah makhluk aneh berhelm besi prajurit. Sungguh aneh, di jambul helm makhluk yang tertusuk panah itu tergantung potongan kaki. Mungkin itu hukuman untuk prajurit yang melarikan diri dari medan perang. 

Sesungguhnya rombongan prajurit yang disiksa ada di bagian tengah kanan panel neraka ini. Ada prajurit yang ditusuk dadanya tembus ke punggung, ada juga yang perutnya dicabik-cabik oleh gerombolan binatang buas. Binatang-binatang itu mirip anjing tetapi moncongnya sangat lancip dan jari-jari kakinya panjang. 

Bosch memang kerap menghadirkan monster atau binatang aneh. Bahkan tidak hanya di panel neraka, di surga pun ia membuatnya, seperti burung berkepala tiga atau anjing berkaki dua. Binatang penyiksa yang sering muncul adalah katak hitam beracun. Untuk penciptaan makhluk-makhluk janggal ini diperkirakan Bosch terinspirasi Gargoyle yang banyak menghiasi gereja. Selain itu, Alkitab sendiri menceritakan tentang binatang-binatang mitologis, salah satunya adalah Leviathan. 

Sementara itu, di pojok kiri bawah diisi siksaan kepada para penjudi. Tangan yang memberkati dadu ditusuk belati. Pemain judi itu dicekik binatang entah, tubuhnya dipepet ke meja judi, tangannya dihujam pedang. Bahkan ada pemain yang ditutup matanya dan dipenggal lehernya. Sebagaimana di dunia, kelompok ini bersekutu dengan pelacur, di Belanda saat itu, pelacur digambarkan dengan wanita yang membawa lilin dan kendi arak, lilin itu digunakan untuk menarik perhatian laki-laki hidung belang. Di neraka, sebelang apapun hidungnya, ia tidak dapat lagi bercinta dengan wanita bayarannya. Bahkan di samping si pelacur ada mayat laki-laki yang diseret kelinci, ada pula pria yang sedang disantap dua binatang. 

Latar belakang hellscape ini adalah pemandangan malam dengan kebakaran dimana-mana, saat Bosch kecil, ia pernah melihat kebakaran rumah. 

Di antara dua bukit, terdapat jembatan kecil dan pertarungan antara manusia putih dengan monster hitam. Jika manusia itu kalah, pasti akan jatuh ke lembah berapi. Meskipun tidak sama persis, ini mengingatkan pada jembatan sirotol mustaqim dalam Islam. 

Di kejauhan tampak sekompi pasukan berkuda yang dipimpin monster naik monster. Pasukan ini seperti menyisir orang-orang yang melarikan diri. Sebenarnya percuma saja melarikan diri, karena akan terjatuh pada air kotor nan bau, tidak lagi sejernih air di panel surga maupun dunia. Bahkan air itu dapat membeku seperti yang ada di bagian tengah. Zaman Bosch hidup, di kampungnya banyak selokan yang sungguh berbau busuk. 

Yang menjadi center of interest atau pusat perhatian lukisan ini adalah pohon manusia yang ada di tengah-tengah. Bentuknya super aneh, super ajaib. Kakinya muncul dari dua perahu yang terapung di air membeku. Kaki yang menderita kusta itu berpangkal pada semacam cangkang telur pecah. Di dalamnya ada orang-orang siap mendapatkan hidangan arak, petugas neraka mengambilkan minumannya dari barel. Tapi para peminum ini tidak duduk di kursi nyaman, ia menempati katak beracun. Setelah meminum tubuhnya akan menjadi pucat ke abu-abuan, karena merasakan panasnya arak, pesakitan itu tergoda untuk terjun ke air dingin, jika sampai terjun, monster penjaga neraka akan menyuruhnya naik lagi, jika tidak mau, anusnya akan dipanah. 

Di telaga yang membeku ini ada orang-orang yang bermain jet ski dan sepatu ski. Tetapi permainan itu akar berakhir di ketercemplungan yang membekukan. Permainan yang tidak kalah seram dengan Squid Game itu dijaga monster bersenjata panah. 

Siksaan neraka dingin ini mengingatlkan pada Al-Quran Surat Shaad Ayat 57, “Inilah (azab neraka) biarlah mereka merasakannya (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin (ghossaq).” 

Masih banyak yang bisa kita baca dari panel kanan ini saja. Tetapi bisa kepanjangan videonya, sayang sekali kalau nanti malah membuat diskip-skip karena tidak sabar... hehe... 

Baik, mari kita menuju para musisi yang disiksa di neraka. 

Di bagian kiri ada musisi yang disalib di lute alat musik bersenar yang lehernya menekuk 90 derajat,  tidak hanya di salib, ia juga dibelit monster berkaki dua dan bertubuh panjang seperti ular. Kaki orang itu ditarik-tarik makhluk hitam bertangan dan berjari panjang. 

Yang pasti kesakitan adalah musisi yang ditusuk senar harpa, dari pantat hingga punggung. Ular hitam pun siap memanggut panggul. 

Pengemis yang masa hidupnya membawa alat musik hurdy-gurdy diminta untuk selalu memutar alat musik itu, tetapi matanya telah dicungkil, dan tangan kirinya membawa mangkok untuk recehan. 

Ada juga musisi yang dipasung lehernya, tetapi tangannya tetap menabuh metal triangle dengan cincin-cincn besi untuk menambah suara. 

Sementara itu pemain drum dimasukkan ke dalam drum dan dipukul keras-kerah oleh monster berkumis. 

Yang sering mendapatkan perhatian pengamat adalah notasi nada yang tertulis di pantat, ketimbang di buku tebal, buku yang menindih musisi lain. Kira-kira bagaimana bunyinya? 

Penasaran dengan itu, Amelia Hamrick, mahasiswi Oklahoma Christian University mencoba mentranslate ke dalam notasi nada modern. Hasilnya seperti ini. 

Peniup seruling mendapat siksaan memanggul shawm gigantik. Posisi laki-laki itu mengingatkan pada lukisan Hieronymus Bosch berjudul Christ Carrying The Cross. Pucuk seruling shawm tesumbat manusia yang melambaikan tangan minta tolong. Siksaan tidak sampai di sini, anal pemain seruling itu ditusuk seruling. 

Situasi yang ada di sebelah kanan hurdy-gurdy ini sangat bising hingga para pendosa berusaha menutup telinganya. 

Salah satu suara bising yang memekakkan telinga berasal dari prajurit Khilafah Usmaniyah, kehadirian prajurit ini ditandai dengan bendera berbulan sabit, di sketsa pendahuluan lukisan ini tampak lebih jelas bendera itu. Prajurit dari Negara Islam ini bukan orang yang disiksa di neraka, tetapi justru ialah yang menyiksa. 

Keadaan ini dapat dipahami karena saat itu Khilafah Usminiyah adalah negara super power yang ditakuti masyarakat Eropa. Ketika Bosch berumur 3 tahun, Sultan Muhammad Al-Fatih dapat menjebol benteng Konstantinopel yang telah bertahan ratusan tahun. Bahkan ketika lukisan ini dibuat, Khilafah Usmaniyah tengah mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Khalifah Suleiman Al-Qanuni, atau Suleiman pembuat hukum. Orang Eropa menyebutnya Suleiman the Magnificent atau Suleiman yang Luar Biasa, karena pasukan jihadnya mampu menembus jantung Eropa. Ketika melihat masjid Suleiman ini, saya merinding. 

Persoalannya, mengapa musisi itu masuk neraka versi seni Kristiani ini? 

thebible.net menyebutkan, yang dilarang di dunia Kristen bukanlah musiknya tetapi penggunaan alat musik. 

Aktifitas menyanyi tanpa alat musik disebutkan beberapa kali di Alkitab, salah satunya di Matius ayat 26 pasal 30, “Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun.”

Menyanyi dengan alat musik dianggap bidah, dalam khazanah kristiani lebih dilafadzkan bidaah. 

Terkait dengan hal ini thebible.net menyimpulkan, “Penggunaan alat musik tidak berasal dari Kerasulan; namun suatu bikin-bikinan manusia, ini dengan tegas ditentang; dan merupakan suatu penyimpangan kerohanian.” 

Sementara itu jika kita menengok sejarah, Zwingli, tokoh Kristen yang banyak mengikuti Luther, mengeluarkan orgel dari gereja, ia pun melarang nyanyian lagu pujian. Rekan-rekan yang ingin membaca hal ini ada dalam buku The Reformation karya Jerry Korn.

Pelarangan Zwingli ini berbarengan dengan peristiwa gelombang ikonoklasme kedua. Ikonoklasme adalah mengrusakan patung dan lukisan Yesus, tentang ini saya telah membuat video khusus, rekan-rekan dapat klik link di atas atau di deskripsi. 

Masih ada lagi sumber bunyi-bunyian di neraka itu, yaitu lonceng. Jika di gereja pemukul lonceng adalah besi, di neraka Bosch ini pemukulnya adalah manusia yang digerak-gerakkan monster. 

Masih banyak kabar dari sisi kanan lukisan ini, seperti telinga yang teriris pisau, juga wajah dengan piringan di atas kepala, dan di piringan ini terdapat alat musik bagpipes, alat musik yang seringkali berkonotasi kelamin laki-laki, juga monster burung yang menguntal manusia dan mengeluarkannya sebagai eek dalam lubang kotor. 

Rekan-rekan, wajah besar di bagian tengah neraka ini di sebut-sebut sebagai protret diri pelukis Hieronymus Bosch. Kira-kira mengapa ia mengkaplingkan dirinya di bagian itu? Bukan di bagian surga? Saya tunggu pendapat rekan-rekan di kolom komentar. 

Oh ya, setelah mengamati musisi di neraka kristiani versi lukisan yang telah berusia lebih dari 500 tahun ini, bagaimana nasib musisi di akhirat dalam versi Islam?

Nah rekan-rekan PAINTING EXPLORER Channel, kebetulan tanggal 17 Februari 2022 mendatang saya diminta jadi host diskusi berjudul “Musik: dari Konspirasi, Fiqih, hingga Ideologi.” Insya Allah ada live di PAINTING EXPLORER Channel pukul 8 malam. Pembicaranya adalah: Mas Radif yang akan membahas konspirasi musik, Bung Andy Setyawan L mencermati fiqih musik, dan Bung Doni Riw membahas kaitan musik dengan ideologi. Acara itu diselenggarakan oleh Jejaring Seniman Muslim KHAT dalam program Ngajeni atau Ngaji Seni ke-5. Rekan-rekan saya tunggu di live chat. []





Tidak ada komentar:

Posting Komentar