KENTUT DIGITAL: APAKAH TERCIUM DI METAVERSE?

KENTUT DIGITAL
Apakah Tercium di Metaverse?

Oleh: Deni Junaedi

 

Jika rekan-rekan kentut di Metaverse, dapatkah orang lain menciumnya? Jika tercium, dapatkah kita mengedit aromanya? 

Sekarang, jika rapat online pakai Zoom atau Google Meet, teman oneline belum menangkap bau kopi yang tengah kita nikmati, padahal sungguh istimewa. Nah untuk Metaverse bagaimana? 

Tentu rekan-rekan sudah tahu tentang alam yang berusaha melampaui universe ini. Metaverse sama dengan Meta Universe, Melamapaui Universe, Melampau Alam Semesta. 

Istilah meta yang semakna dengan beyond atau melampaui ini bukanlah hal baru, paling tidak sejak abad pertama Masehi, Andronikus sudah menggunakannya, untuk menamai tulisan Aristoteles yang melampaui fisika, yaitu Metafisika. Adapun metaverse diciptakan Neal Stephenson tahun 1992, dalam novelfiksi imliah: Snow Crash. 

Kini perusahan besar sedang jor-joran membangun Metaverse. Facebook yang mengubah nama perusahaannya menjadi Meta siap dengan dana Rp 141,5 triliun. Microsoft, Epic Games, Roblox, NVIDIA masuk dalam trak balapan untuk mewujudkan dunia penuh pesona ini. 

Di Metaverse kita dapat berinteraksi dalam ruang 3 demensional secara realtime. Saya yang ada di Mbantul dapat melukis bersama dengan seniman Suriname, berkarya di Lembah Sungai Nil, sekarang juga, realtime. Tetapi, dapatkan teman Suriname ini mencium bau mendoan yang baru saja digoreng istri saya? Gawat kalau tidak tahu... belum benar-benar verse. 

Komunikasi jarak jauh untuk audio dan visual memang sudah lama terjadi. Sejak tahun 1871, Antonio Meucci telah mematenkan sound Telegraph, komunikasi suara berperantara kabel pun dimungkinkan. Sesungguhnya komunikasi suara jarak agak jauh ada jauh sebelum itu, menggunakan tali dan dua tempolong. Tidak lama berselang sound Telegraph, tepatnya tahun 1884, Paul Gottlieb Nipkow, seorang mahasiswa 23 tahun di Jerman, mematenkan sistem televisi elektromekanik, gambar pun dapat tersebar.

Bagaimana dengan bebauan? Mengapa YouTube, WA, instagram dan media sosial lainnya belum mengakomodasi penyebaran bau secara masif?

Paling banter hal yang terkirim adalah bunyi atau foto orang kentut, bukan sedapnya. Contoh.
 

NFT Kentut yang dijual 85 dolar AS, bikinan Alex Ramírez-Mallis, direktur film asal New York, hanya berupa rekaman suara kentut selama ia dan rekannya lockdown. Bukan NFT bau kentut. 

Stiker WA unik perihal kentut pun baru menggambarkan Kakak yang ngentuti adik. Ini animasi gambar, bukan transfer bau. 

Soal kentut saya juga pernah melukis tahun 1999, judulnya Bang Bang Tut. Melukiskan seseorang yang dituduh ngentut. Foto lukisan tersebut dapat saya share, tetapi tidak dengan bau kentut. 

Dulu ketika melihat acara masak-masak di TV, ini sebelum ungsum internet, saya pernah membayangkan bagaimana caranya agar aroma masakan itu tercium juga oleh para penonton. Asyik jika bisa, tapi bagaimana kalau kokinya ngentut? 

Tetapi ternyata, jauh sebelum saya membayangkannya, komunikasi jarak jauh bebauan ini telah lama menggelisahkan para ilmuwan. 

Transfer aroma lewat media digital ini secara umum disebut Digital scent technology atau Digital olfactory technology, teknologi aroma digital. 

Akhir tahun 1950-an Hans Laube berusaha menyebarkan bau untuk para penonton di bioskop. Ia menemukan alat yang disebut Smell-O-Vision agar penonton dapat mencium apa yang terjadi di dalam film.

Charles Weiss tidak mau kalah, ia memanfaatkan AC untuk sebar bebauan. Kompetisi Laube dan Weiss ini dijuluki "the battle of the smellies" (pertempuran bau).

Tapi usaha ini tidak berfusngsi sebagaimana mestinya, alat Smell-O-Vision mengeluarkan suara mendesis, justru mengganggu penonton.

Selain itu, penonton di balkon mengeluh bahwa aroma terlambat hadir, mencapai mereka beberapa detik setelah aksi ditampilkan di layar. Delay. Bayangkan kalau film menayangkan adegan taman bunga lalu tahi kucing. Bau bunga tercium saat video tinja meong tampil.

Penonton di kursi lain menyatakan baunya terlalu samar, mereka harus mengendus-endus keras untuk menangkap baunya. Bagaimana kalau yang tercium justru bau penonton sebelah? 

Penelitian aroma digital terus dilakukan. Tahun 1999 Lembaga   membuat iSmell, perangkat digital yang mampu mengeluarkan bau ketika pengguna mengunjungi situs web atau membuka email. Piranti ini berisi kartrid dengan 128 "bau utama", yang dapat dicampur untuk meniru bau alami maupun buatan. Sayangnya, setelah investasi $ 20 juta, DigiScents ditutup tahun 2001 ketika tidak dapat memperoleh dana tambahan. 

Para ilmuwan pantang menyerah, penelitian terus dilakuakan.

Kalau dibahas semua videonya jadi kepanjangan dan malah tertunda uplaod.

Yang pasti tahun 2020 OVR Technology telah memperkenalkan Architecture of Scent® Platform. Kombinasi Perangkat Keras da Perangkat Lunak dikembangkan. Penyebar bau digital ditempel di headset virtual reality (VR) dan augmented reality (AR). 

Bahkan tidak hanya aroma, kini pengecapan digital pun coba dikembangkan. 

Apakah metaverse akan mengesplorasi bau lebih masif lagi? Coba kita tanya Mark Zuckerberg dari Facebook a.k.a Meta atau ngobrol dengan Satya Nadella dari Microsoft. 

Ngomong-omong, jika memang aroma akan dapat tercium di Metaverse, apa yang ingin rekan-rekan lakukan di sana? Saya tunggu ide rekan-rekan di komentar. []

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar